You are currently browsing the category archive for the ‘Dhammapada Atthakatha’ category.

Suatu ketika, musibah kelaparan melanda kota Vesali, diawali dengan musim kering yang lama dan keras. Akibat kekeringan itu hampir semua panen gagal dan banyak orang meninggal dunia karena kelaparan. Hal ini diikuti oleh penyebaran wabah penyakit. Karena masyarakat tidak lagi mampu menangani pembuangan mayat-mayat, maka bau busuk di udara menarik perhatian para raksasa. Penduduk Vesali menghadapi musibah kehancuran yang ditimbulkan oleh kelaparan, penyakit, dan juga kehadiran para raksasa. Dalam kesedihan dan penderitaannya, mereka mencoba mencari perlindungan. Mereka berpikir untuk mencari bantuan dari berbagai sumber, namun akhirnya mereka memutuskan untuk mengundang Sang Buddha. Read the rest of this entry »

Pada suatu saat, ketika berada di Savatthi, Sang Buddha memperlihatkan keajaiban ganda dalam menjawab tantangan para pertapa dari berbagai sekte. Setelah itu, Sang Buddha pergi ke surga Tavatimsa; ibu-Nya yang telah lahir di surga Tusita sebagai dewa yang dikenal sebagai Santusita juga datang ke surga Tavatimsa. Di sana Sang Buddha menjelaskan tentang Abhidhamma kepada para dewa dan brahmana selama tiga bulan masa vassa. Hasilnya, dewa Santusita mencapai tingkat kesucian sotapatti; begitu pula dengan banyak dewa dan brahma. Read the rest of this entry »

Dua syair ini, syair 153 dan 154 Kitab Suci Dhammapada, adalah ungkapan tulus dan mendalam dari kebahagiaan yang dirasakan Sang Buddha pada saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Syair-syair ini diulang di Vihara Jetavana atas permintaan dari Yang Ariya Ananda.

Pangeran Siddhattha, dari keluarga Gotama, anak dari Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari kerajaan suku Sakya, meninggalkan keduniawian pada usia 29 tahun dan menjadi pertapa untuk mencari Kebenaran (Dhamma). Read the rest of this entry »